Jumat, 12 Desember 2008

pengertian pelayanan

Total Quality Management ( dalam Ibrahim 1997 :21 ) dapat dipahami sebagai suatu sistem manajemen yang membuat perencanaan dan mengambil keputusan, mengorganisir, memimpin, mengarah, mengolah, dan memanfaatkan seluruh modal peralatan, material, teknologi, sistem informasi, energi, dan sumber daya manusia untuk membuat produk dan jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen terus menerus untuk kelangsungan hidup birokrasi secara efisien, efektif dan bertanggungjawab dengan partisipasi seluruh sumber daya manusia.

Dalam perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan, dan manusia. Hal ini jelas tampak dalam definisi yang dirumuskan oleh Goetsh dan Davis (dalam Fandy Tjiptono 2004 : 51), yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Juran ( dalam Fandy Tjiptono, 2004 : 1 ), mendefinisiskan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian ( fitnes for use ). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan.

Pada dasarnya kualitas terbagi menjadi dua, yaitu kualitas produk dan kualitas jasa. Perbedaan secara tegas antara produk dan jasa seringkali sulit untuk didefinisikan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu produk seringkali disertai dengan pembelian jasa. Meskipun demikian, jasa dapat didefinisikan yaitu menurut Kotler (dalam Fandy Tjiptono, 2004 : 6), jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Selain itu definisi jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Freddy Rangkuti (2003 : 26) menyatakan bahwa jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain.

Berdasarkan pengertian kualitas dan jasa yang ada maka dapat pula didefinisikan bahwa kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Freddy Rangkuti (2002:28) kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan.

Zeithaml, Berry, dan Parasuraman ( dalam Fandy Tjiptono, 2000:14), mengidentifikasikan lima dimensi pokok yang berkaitan dengan kualitas jasa, antara lain :

1. Bukti langsung ( tangibles ), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai, sarana komunikasi.

2. Keandalan ( realiability ), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Daya tanggap ( responsiveness ), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan ( assurance ), yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya resik, atau keragu-raguan.

5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memenuhi kebutuhan para pelanggan.

Ada delapan dimensi kualitas jasa yang dikembangkan Garvin (dalam Fandy Tjiptono, 1996: 68), yaitu:

1. Kinerja (performance) karateristik operasi pokok dari produk inti.

2. Ciri-ciri atau keisimewaan tambahan (features), yaitu karaterisik sekunder atau pelengkap.

3. Kehandalan (realibility), yaitu kemungkinan akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (comformance to specification), yaitu sejauh mana karateristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.

6. Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, serta penanganan keluhan yang dilakukan.

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya

Upaya untuk mendefinisikan kualitas dalam suatu organisasi jasa bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Kualitas pelayanan tidak dapat diukur/ditentukan oleh pihak yang melayani saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasannya. Mengevaluasi layanan (Atep Adya Barata, 2003: 36) dapat kita kaitkan dengan harapan (expectation) dan kepuasan (satisfaction) yang dapat digambarkan sebagai berikut:

· Kinerja < Harapan (performance < expectation)

Bila kinerja layanan menunjukkan keadaan dibawah harapan pelanggan, maka pelayanan kepada pelanggan dianggap tidak memuaskan.

· Kinerja = Harapan (performance = expectation)

Bila kinerja layanan menunjukkan sama/sesuai dengan yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dianggap memuaskan, tetapi tingkat kepuasannya adalah minimal karena pada keadaan seperti ini dapat dianggap belum ada keistimewaan layanan. Jadi pelayanan dianggap biasa / wajar-wajar saja.

· Kinerja > Harapan (performance > expectation)

Bila kinerja ini menunjukkan lebih dari yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dianggap istimewa atau sangat memuaskan karena pelayanan yang diberikan ada pada tahap yang optimal.

Pada dasarnya pelayanan publik merupakan dasar dan bentuk aktualisasi dari eksistensi birokrasi pemerintah. Era globalisai otonomi daerah memungkinkan pelayanan yang sebelumnya identik dengan kelambanan pelayanan, berbelit – belit dan kurang trasparansi menjadi pelayanan yang berkualitas prima. Pelayanan merupakan suatu kinerja atau suatu usaha yang menunjukan secara inheren pentingnya penerima jasa pelayanan terlibat secara aktif didalam produksi atau penyampaian proses pelayanan itu sendiri ( Warrella, 1997 :20 ).

Dengan demikian PDAM sebagai representasi dari Pemda yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pelayanan bidang air bersih kepada masyarakat, maka dalam pelaksanaannya secara proaktif harus berusaha memberdayakan potensi internal lembaganya untuk terus menerus meningkatkan efektifitas dan kualitas pelanggannya. Hal tersebut sejalan dengan tuntutan kinerja organisasi moderen yang mensyaratkan untuk berorientasi pada kualitas, agar kepuasaan penerima pelayaan dapat terwujud dan mampu bersaing dengan sektor mikro yang lain ( Tjiptono dan Anastowa Diana ; 2001: 67 ).

Menurut Undang-undang No.25 tahun 2000 tentang program Pembangunan Nasional ( Propenas ) 2000-2004 pelayanan publik adalah:

1. peningkatan partisipasi masyarakat dalam fungsi-fungsi pelayanan

2. menyusun standar dan melaksanakan pelayanan publik yang cepat dan tepat, murah , memuaskan , transparan dan tidak diskriminatif,

3. mengembangkan konsep indeks tingkat kepuasan pelayanan masyarakat sebagai tolok ukur terhadap optimalisasi Peraturan Pemerintah oleh aparatur negara kepada masyarakat,

4. melakukan upaya deregulasi dan debirokrasi khususnya kebijakan –kebijakan dibidang ekonomi atau menghilangkan berbagai hambatan terhadap kelancaran mekanisme pasar secara sehat dan optimal.

Sedangkan pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan hak-haknya (Monir, 1995 : 26 ).

Kesimpulan yang dapat diambil adalah kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dimana tercipta hubungan yang dinamis antara pengguna maupun pemberi baik jasa, manusia, proses dan lainnya sehingga memiliki nilai yang lebih, dan berkaitan erat dengan kemampuan,daya tanggap ,ketepatan waktu, kenyamanan, jaminan dan sarana prasaranan yang tersedia.